Rasisme (masih) Mengancam Sepakbola


Yaya Toure sempat mengadukan tindak rasis fans CSKA kepada wasit - foto: telegraph.co.uk

Kejadian yang menimpa Yaya Toure saat bermain di Liga Champion melawan CSKA Moscow telah mencoreng kredibilitas sepakbola di mata dunia. Upaya yang selama ini ditempuh FIFA dan UEFA dengan berbagai cara untuk menekan bahkan menghilangkan virus kejam bernama rasisme seakan hilang bagai debu tertiup angin. Ibarat kata pepatah, karena nila setitik rusak susu sebelanga.

Kelakuan fans CSKA benar-benar tidak mencerminkan tagline yang sering kita jumpai disetiap pertandingan disetiap stadion sepakbola diseluruh dunia, "SAY NO TO RACISM". Sepatutnya mereka dihukum seberat mungkin, fans, CSKA atau mungkin persepakbolaan Russia, jika itu memang benar adanya. FIFA dan UEFA harus cepat bertindak menangani kasus rasisme seperti ini jika tidak ingin kejadian ini terulang kembali dikemudian hari.

Keadaan di Russia memang tidak seperti di wilayah lain di Eropa, fans Russia didapati lebih rasis terhadap pemain lawan yang berkulit gelap atau berasal dari Afrika dibandingkan di liga-liga lain di Eropa seperti Liga Inggris, La Liga atau Bundesliga. Meski demikian rasisme tidak hanya terjadi di Eropa, baru-baru ini bahkan di Indonesia yang terkenal menjunjung tinggi nilai Pancasila juga didapati perlakuan tak pantas ini. Kejadian tidak mengenakkan itu menimpa salah satu penggawa Persib Bandung, Mbida Messi.

Foto pemain Belanda dan Brasil sebelum bertanding dengan banner "SAY NO TO RACISM" - foto: getty images
Saat itu Messi tak sengaja bertemu The Jak Mania (fans Persija), lalu dia diteriaki monyet dan dilempar pisang, demikian pernyataan pelatih Persib Bandung Jajang Nurdjaman kepada media. Namun sayang seribu sayang, kasus rasisme ini dianggap selesai oleh PSSI karena kurangnya bukti. PSSI bertindak keliru dalam kasus ini, menurut saya seharusnya dilakukan penelusuran lebih lanjut agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali. Karena rasisme tidak akan mendapat tempat di sepakbola.

Banyak perlakuan rasial oleh fans kepada pemain, mulai dari meneriaki dengan sebutan tidak pantas, bersuara layaknya binatang ke arah pemain, poster, yel-yel, bahkan lemparan pisang. Kejadian ini paling sering menimpa pemain yang berasal atau memiliki keturunan Afrika yang bermain di Eropa. Dan salah satu kejadian rasisme yang paling saya ingat adalah saat Luis Suarez melecehkan Patrice Evra dengan menyentuh kulitnya dan berkata tidak pantas kala Manchester United betamu ke markas Liverpool pada tahun 2011. Akibatnya Suarez dihukum larangan tampil selama delapan pertandingan oleh FA, dan tentu saja klub juga yang akhirnya dirugikan.

Nasib sial ini ternyata juga menimpa Kevin-Prince Boateng, pemain keturunan Ghana saat bermain untuk AC Milan. Kala itu Prince melakukan aksi walk out saat AC Milan melawan Pro Patria di laga persahabatan bulan Juni 2013 lalu. Karena alasan ini pula Prince meninggalkan Italia menuju Jerman untuk bergabung dengan Schalke 04.

Kevin-Prince Boateng mengampanyekan anti-rasisme - foto

Kejadian rasime telah terjadi sejak lama dan tidak akan berhenti begitu saja, perlakuan tidak mengenakkan dari supporter lawan atau pemain lawan kadang terjadi di dunia sepakbola, namun sudah mejadi tanggung jawab bagi seluruh aspek mulai dari federasi, konfederasi yang menaungi dan FIFA itu sendiri termasuk klub dan fans untuk menjaga olahraga paling diminati ini agar menjadi lebih bersahabat bagi seluruh umat manusia tanpa kecuali. Karena pada dasarnya sepakbola adalah bahasa universal dari sportifitas, persatuan, dan keindahan.
Salam.



Follow twitter: @canpratama

Ketika Indonesia Masih Indonesia

Pemain Timnas terlihat kecewa kalah 1-2 dari Arab Saudi (foto: viva.co.id)

Ternyata, Indonesia masihlah Indonesia yang dulu, terlepas skuad itu di isi pemain-pemain campuran IPL dan ISL maupun tambahan pemain naturalisasi. Indonesia tetaplah Indonesia yang belum bisa mengalahkan Saudi Arabia sejak bertemu tahun 1983, saat itu Indonesia bermain imbang dengan Arab Saudi, 1-1. Selanjutnya sejak saat itu, Indonesia selalu takluk atas Arab Saudi kecuali pada tahun 1997 dan 2011 yang berakhir imbang (1997: 1-1, 2011: 0-0).

Kecewa? Pasti, sangat kecewa. Karena menurut saya, seharusnya inilah momentum yang tepat bagi Timnas untuk bangkit dari keterpurukan, apalagi ini adalah pertandingan yang sangat penting bagi Indonesia. Tapi ternyata masih belum bisa dimanfaatkan pemain-pemain yang terpilih.

Kan kalah terus, masih mau dukung Timnas? 
Harus dong, saya udah nge-fans Timnas sejak Tiger Cup 2004, waktu itu Boaz masih berumur 18 tahunCMIIW. Hendro Kartiko pun kalau tidak salah masih jadi kiper nomor satu di Timnas, selain itu ada pula nama Ilham Jaya Kesuma, Erol Iba, Elie Aiboy, Charis, Kurniawan "Si Kurus" Dwi Yulianto, Eduard Ivakdalam dan lain-lain. Waktu itu... Tunggu dulu, kali ini saya bukan mau bercerita tentang bagaimana saya bisa nge-fans Timnas, belum, nanti mungkin di postingan selanjutnya.

Kembali ke skuad Timnas, saya terlanjur kecewa dengan cara coach RD dan coach Jacksen memilih pemain malam hari ini. Memang, itu adalah hak pelatih untuk menentukan skuad dan duet pelatih RD-Jacksen sudah tidak diragukan lagi kualitasnya, tapi ada beberapa pemain yang menurut saya belum atau sudah tidak lagi pantas berada di Timnas.

Sebutlah Ponaryo yang bisa dikatakan telah uzur untuk ukuran pemain sepakbola dia bisa digantikan oleh Lilipaly, Ian Louis Kabes menurut saya yang masih ada nama lain yang lebih pantas di posisinya, misalnya Titus "Tibo" Bonai, atau Diego Michiels yang lebih klop di posisi bek kiri ketimbang Supardi. Itu baru beberapa. Belum termasuk posisi Manu Wanggai yang sebenarnya bisa di isi oleh Ahmad Bustomi dari kick-off awal atau Abdulrahman yang lebih disiplin sebagai bek tengah dibandingkan dengan Hamka Hamzah.

Saya tidak mengerti cara coach RD dan Jacksen memilih pemain starting XI, kalau saya jadi pelatih Timnas, saya akan memilih pemain berdasarkan performanya di liga, setidaknya 5 pertandingan terakhir pemain tersebut di klub, baru setelah itu bisa dilihat apakah pantas jadi starting XI atau tidaksaya sering jadi pelatih, walaupun hanya di dalam game Football Manager, jadi sedikit banyak tahu teknik memilih pemain. Kita lihat performa Hamka Hamzah saat timnya Mitra Kukar menjamu Persipura beberapa waktu lalu, sebagai bek tengah Hamka terbilang sudah lamban, tiga kali Feri Pahabol membobol gawang Samsidar karena kelengahan Hamka, ini seharusnya jadi pertimbangan pelatih. Setidaknya masih ada Abdulrahman yang lebih disiplin saat bertahan, cocok disandingkan dengan Victor Igbonefo, atau M. Roby, kapten Persisam ini juga termasuk pemain yang disiplin menjaga area pertahanan.

Belum lagi pencoretan Stefano Lilipaly dan Diego Muhammad dari skuad, semuanya terkesan aneh dan mengada-ada. Coach RD bilang administrasi Lilipaly belum lengkap, bagaimana bisa pelatih ngurus yang beginian? Pelatih itu urusannya taktik dan melatih, kok bisa-bisanya ngurus soal administrasi. Okelah, coach RD mengaku diberi tahu oleh Yeyen Tumena bahwa administrasi Lilipaly belum lengkap, tapi siapa Yeyen Tumena? Dia cuma staff kepelatihan, bukan urusan administrasi. Aneh.

Sedangkan manajer Timnas, pak Habil Marati mengaku semua surat-surat Lilipaly sudah lengkap, tidak ada yang kurang, semua sudah diserahkan ke FIFA. Kalau pak Habil yang ngomong, wajar, dia menajer Timnas.

Sedangkan Diego tidak dipilih dengan alasan kondisinya yang belum fit sepulang dari "Liburan" tiga bulan. Ini juga terkesan sedikit aneh, mengapa Diego tidak diberi kesempatan, setidaknya sampai batas akhir penentuan skuad. Toh masih ada kesempatan. Dengan kualitas dan kecerdasannya, Diego pantas diberi kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya, tapi itu tidak diberikan oleh coach RD dan Jacksen.

Skuad impian versi saya vs KSA:
GK: Kurnia Meiga
RB: Raphael Maitimo  CB: Victor Igbonefo  CB: M. Roby  LB: Diego Michiels
CM: Stefano Lilipaly — CM: Ahmad Bustomi
AMR: Andik — SS: Boaz — AML: Titus Bonai
CF: Sergio van Dijk
Ket: GK: Goal Keeper, RB: Right Back, CB: Centre Back, LB: Left Back,       CM: Centre Midfielder, AM: Attacking Midfielder, SS: Second Striker, CF: Centre Forward

Tapi lagi-lagi, proses pemilihan pemain inti Timnas masih misteri—setidaknya bagi saya. Apakah ada unsur lain di dalamnya selain teknis? Entahlah, Wallahu'alam.

Nasi sudah jadi bubur, ayam sudah jadi opor. Walau sudah kalah dikandang, tak seharusnya kita berlarut dalam kesedihan, Bigman. Mari benahi Timnas kita, karena timnas yang bagus belum tentu semua pemainnya hanya di isi oleh pemain dari satu liga saja. Butuh korelasi dari berbagai unsur agar meraih kesuksesan, termasuk pemain, media dan pendukung.

Toh, walaupun dengan formasi impian saya diatas Timnas juga belum tentu menang, mungkin seri atau kalah juga—bisa juga menang sih. Tapi yang pasti, timnas Arab Saudi bermain luar biasa, mental mereka patut diberi credit tersendiri, mengingat mereka sempat tertinggal 1-0 apalagi bermain di GBK.

Tapi hasil 1-2 tidaklah terlalu buruk, setidaknya kita masih bisa membuat satu gol dan sempat unggul sekali.
I love you Timnas, I do!

Mari sekali lagi bersorak, IN—DO—NE—SIA!! IN—DO—NE—SIA!!



Follow twitter: @canpratama

Blanco Bukan Pesulap!

Luis Manuel Blanco (foto: republika.co.id)
Ketika Harry Houdini muncul dengan trik sulapnya melepaskan diri dari borgol di dalam air atau yang terkenal dengan nama The Chinese Water Torture Cell orang-orang pun dibuat kagum olehnya. Pun demikian dengan trik melepaskan diri dari borgol serta jaket penuh kunci, Houdini dengan sukses membuat orang-orang saat itu berdecak kagum. Bagaimana tidak, saat itu trik sulap hanya terbatas pada permainan kartu, koin dan trik sulap dasar lainnya. Namun Houdini hadir dengan membawa nafas baru dunia magic, yaitu Eskapologis.

Pada masa itu orang mungkin mengira Harry Houdini bermain dengan jin, setan, demit atau apalah sebutannya sehingga dapat lolos dari begitu banyak borgol didalam air dan keluar dengan selamat. Padahal, semua itu sudah dipersiapkan jauh hari dan dipikirkan dengan matang. Sehingga hasil yang didapat pun tak mengecewakan. Jadi, apa yang sebenarnya orang lihat saat pertunjukan hanyalah 'puncak' dari gunung es usaha keras yang dilakukan Houdini jauh hari sebelum itu. Tentu tidak ada yang benar-benar bisa lolos dari begitu banyak borgol dan dalam kondisi tenggelam, kan? Tidak tanpa kerja keras, strategi, dan taktik yang telah dipersiapkan.


Kembali ke abad 21, sang 'Harry Houdini' dari Argentina sedang bekerja keras mempersiapkan tim yang solid demi sebuah pertunjukan. Pertunjukan besar yang telah ditunggu-tunggu oleh berjuta pasang mata Indonesia. Sang 'Harry Houdini' tengah mempersiapkan 'trik-trik sulap'-nya demi memuaskan 'nafsu' prestasi yang telah lama dirindukan oleh para pecinta sepakbola Indonesia. Berbagai strategi dan taktik telah bernanung dikepala sang 'pesulap' dan siap dikeluarkan , ditambah kerja keras dan kemauan bersama yang harus bersinergi dengan eleman lain, yaitu pemain.


Sang 'Harry Houdini' ini tahu betul, skill dan taktik saja tak cukup untuk membuat sebuah pertunjukan yang spektakuler yang dapat mengundang decak kagum dari para penonton setia. 'Harry Houdini' dari Argentina ini mengandalkan kerja keras 'ala orang Eropa dan Amerika Latin untuk membuat sebuah pertunjukan yang spektakuler, dan itu sah-sah saja menurut saya. Mengingat si 'Harry Houdini' dari Argentina ini merupakan mantan pemain Boca Juniors, salah satu tim sukses didunia. Tapi sialnya, si 'Harry Houdini' kita ini malah dikabarkan akan dibebastugaskan. Kok bisa?


Yap, si 'Harry Houdini' yang saya maksud disini adalah Luis Manuel Blanco, pelatih timnas senior Indonesia. Dari berbagai sumber berita nasional yang saya baca, dikabarkan bahwa Blanco akan dicopot posisinya karena mencoret nama-nama pemain yang enggan berlatih 'hanya' karena kelelahan. Namun kemudian BTN menyatakan tetap mempercayakan Blanco diposisi juru racik timnas.


Mari kita perjelas, keputusan Blanco mencoret 14 pemain ini mungkin salah karena tanpa melihat potensi pemain yang dicoret, sebut saja Boaz Solossa, Ahmad Bustomi. Tapi mau sampai kapan? Mau sampai kapan timnas kita diisi pemain yang cepat lelah, padahal hanya baru sebatas berlatih.


Perlu diketahui, timnas yang solid  bukan semata-mata karena para pemain ber-skill dewa, tapi juga dibarengi dengan disiplin dan bekerja keras. Lihat Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, Gareth Bale, Xavi Hernandez, apa mereka cuma mengandalkan skill 'dewa' yang mereka miliki? Tidak, mereka adalah pemain ber-skill, disiplin dan pekerja keras, maka hasil yang didapat pun berkali-kali lipat.


Lihat Sergio van Dijk, Victor Igbonefo, Diego Michiels, Stefano Lilipaly, Tonnie Cusell, Raphael Maitimo dan Irfan Bachdim, mereka semua adalah pemain yang dibesarkan di negara penganut sepakbola moderen. Mereka disiplin, pekerja keras dan ber-skill. Mereka sadar akan hal itu dan budaya itu tetap mereka bawa ke Indonesia.


Tapi bukan berarti kita tak memiliki pemain ber-skill dan pekerja keras, ada, kita punya pemain seperti itu. Sebutlah Andik Vermansyah, Kurnia Meiga, Firman Utina, Egi Melgiansyah, Hasyim Kipuw, Taufiq, Toni Sucipto, dll.



Pemain timnas saat latihan di GBK (foto: viva.co.id)
Jadi, marilah berpikir realistis, Blanco bukan pesulap yang bisa merubah timnas Indonesia menjadi sekuat timnas Argentina atau Spanyol dengan seketika, pun demikian dengan para pemain. Mereka bukan Harry Potter dengan mantra-mantra yang ampuh, namun setidaknya mereka masih bisa meniru kerja keras dan kedisiplinan dari Harry Houdini, sang legenda sulap dunia yang bekerja keras dan disiplin demi sebuah pertunjukan spektakuler nan mengagumkan.

Jadi, berjuanglah timnas!! 

In Blanco we trust!


Follow twitter: @canpratama


Menunggu Timnas Sesungguhnya

Luis Manuel Blanco, pelatih Timnas senior. (gambar: Antara)

Luis Manuel Blanco resmi ditunjuk menjadi suksesor Nil Maizar sebagai pelatih kepala Timnas senior beberapa waktu lalu. Lolos ke putaran final Piala Asia 2015 di Australia dan juara Piala AFF 2014 menjadi target utama pelatih asal Argentina ini, namun bagaimana peluang Blanco meraih sukses di Indonesia?

Kekalahan tipis 1-0 saat bertandang ke stadion Al Rashid Dubai membuat Indonesia berada di posisi juru kunci Grup C kualifikasi Piala Asia 2015 dengan poin nol, sedangkan Arab Saudi berada di puncak kelasemen disusul Irak di posisi kedua dan China di posisi ketiga. Laga Indonesia vs Arab Saudi 23 Maret mendatang dipastikan akan berjalan dengan menarik, hal ini tidak lepas dari kembalinya pemain-pemain dari ISL yang selama ini mendapat larangan dari klub-klub tempat mereka bermain.

Meredanya konflik antara PSSI-KPSI membawa angin segar bagi persepakbolaan Indonesia, khususnya bagi Timnas. Bagaimana tidak, Timnas yang selama ini disebut berisi pemain-pemain kurang berpengalaman telah menjadi bulan-bulanan tim lawan, kalah 10-0 dari Bahrain, 5-0 dari Yordania dan puncaknya kalah 2-0 dari Malaysia di Piala AFF 2012 menjadi bukti sahih.

Maka tak heran kembalinya pemain-pemain langganan Timnas semacam Ahmad Bustomi, Boaz Solossa, Firman Utina, ditambah sudah bebasnya Diego Michiels dan kemungkinan bermainnya duo debutan naturalisasi, Sergio van Dijk dan Stefano Lilipaly menjadi daya tarik tersendiri. Diharapkan pemain-pemain terbaik yang dimiliki Indonesia dapat bermain saat Timnas bersua Arab Saudi, setelah adanya titik terang rekonsiliasi yang selama ini selalu deadlock

Diposisi pelatih kepala sendiri dipercayakan kepada Luis Manuel Blanco untuk melatih Timnas dalam jangka waktu dua tahun kedepan. Blanco diharapkan dapat menaikkan prestasi Timnas yang saat ini sedang jeblok. "Pemain harus menjelma menjadi seekor singa yang kelaparan, lapar akan kemenangan," kata Blanco. Blanco juga menjanjikan bahwa Timnas akan bermain seperti tim-tim Eropa.

Selain memberikan pelatihan layaknya tim-tim Eropa dan Amerika Latin, Blanco juga akan memberikan pelatihan disiplin kepada pemain-pemainnya, "Saya akan membuat sebuah sistem dengan tingkat disiplin tinggi, karena segala cerminan disiplin yang dilakukan seorang pemain di luar lapangan pada akhirnya akan dibawa ke dalam pertandingan," lanjut Blanco.

Blanco yang ditunjuk oleh Ketua Umum PSSI Djohar Arifin untuk menangani Timnas menggantikan Nil Maizar sejak 7 Februari tersebut akan membawahi beberapa pemain yang dipanggil BTN, diantaranya Kurnia Meiga, M. Robby, Diego Michiels, Irfan Bachdim, Andik Vermansyah, Tantan, dan lain-lain.

Dengan nama-nama pemain diatas, saya yakin Timnas dibawah Blanco bisa berbicara dikancah sepakbola Asia apalagi ASEAN, setidaknya masuk Final AFF atau lolos dari grup Piala Asia masih dimungkinkan. Mengingat nama-nama diatas adalah putra-putra terbaik negeri seperti Boaz, Ahmad Bustomi, Stefano Lilipaly, Diego Michiels, Raphael Maitimo, dan sebagainya.

Demikian pula dengan strategi yang akan diterapkan oleh Blanco, dengan latar belakangnya sebagai pelatih dan mantan pemain dari Argentina diyakini permainan para penggawa Timnas tak beda jauh dengan Boca Junior atau Messi cs. yang memperagakan sepakbola Joga Bonito 'ala tim-tim Amerika Latin.

Menarik untuk ditunggu bagaimana permainan Timnas sekembalinya pemain-pemain dari ISL, pun demikian dengan strategi coach Blanco yang diharapkan akan memberi perubahan di tubuh Timnas.

In Blanco we trust!

Follow twitter: @canpratama


Koin Untuk Persipon, Haruskah?


Persipon Pontianak untuk musim ini (2013) promosi dari Divisi Satu ke Divisi Utama. Dengan ini berarti mimpi terbesar persepakbolaan Kalimantan Barat mencapai tahap baru, setelah sebelumnya hanya berkutat di level amatir selama kurang lebih lima tahun.

Persipon Pontianak hadir menjadi tim asal Kalimantan Barat pertama di Divisi Utama, ya, tim-tim Kalimantan Barat memang 'telat panas' untuk hal yang satu ini dibandingkan tim-tim asal Kalimantan lain, sebut saja Persisam asal Kalimantan Timur. Dengan naiknya kasta Persipon di persepakbolaan nasional berarti memberi harapan baru bagi penikmat sepakbola Kalimantan Barat.

Dengan begini akan datang tim-tim lain yang telah lebih dulu menikmati Divisi Utama untuk bermain di Stadion Sultan Syarif Abdulrahman, jelas ini akan menumbuhkan animo masyarakat Kalbar untuk menyaksikan Persipon bermain melawan tim-tim sarat pengalaman. Stadion Keboen Sajoek yang awalnya dipakai sebagai homebase Persipon di Divisi Dua dan Satu kini akan berpindah ke stadion dengan kapasitas lebih besar, Stadion Sultan Syarif Abulrahman. Ini untuk mengantisipasi membludaknya penonton, yang awalnya hanya sekitar ratusan sampai ribuan sekarang akan bertambah banyak.

The Mainstream Problem
Berita baik akan selalu dibarengi berita buruk, dengan hadirnya Persipon Pontianak di Divisi Utama bukan berarti tanpa masalah. Memiliki masalah yang sama dengan tim-tim Indonesia lainnya, Persipon Pontianak kini "diharamkan" untuk menggunakan dana APBD. Tak seperti di Divisi Dua dan Divisi Satu yang masih dibantu APBD, kini Persipon harus bertransformasi menjadi tim Profesional, dan tentunya tanpa suapan dana APBD.



Permasalahannya, untuk menjadi tim Profesional tak semudah itu. Banyak syarat yang harus dipenuhi, selain stadion yang memadai dan gaji pemain, tim profesional harus memiliki badan hukum dan membentuk Perseroan Terbatas (PT.). Selain itu, finansial masih menjadi masalah yang mainstream bagi tim-tim di Indonesia. Ya, Persipon Pontianak saat ini bisa dibilang masih membutuhkan finansial besar untuk bertualang di Divisi Utama LPIS. Well, Persipon Pontianak memang berencana akan bermain di Divisi Utama yang diadakan oleh PT. LPIS, bukan PT. Liga dibawah naungan KPSI. Terlepas dari itu semua, saya kira itu adalah keputusan manajemen untuk bermain di bawah PT. LPIS atau dibawah PT. Liga. Sebagai masyarakat pecinta sepakbola Kalbar dengan tegas saya nyatakan mendukung 100% apapun keputusan manajemen Persipon.

Kembali ke masalah finansial, bisa dibilang Persipon saat ini sedang dalam masa sulit. Kini Persipon tak lagi dapat menggunakan APBD, suntikan dana pun terancam tanpa pemasukan. Walaupun Walikota Pontianak, Sutarmidji berjanji mencarikan dana dengan cara merangkul pengusaha di kota Pontianak, namun menurut saya perjuangan Persipon Pontianak dan warga Pontianak tak dapat berhenti begitu saja.

Warga Pontianak harus bergerak, benar-benar bergerak, untuk menjaga asa Persipon tetap bermain di Divisi Utama. Tentu saya dan juga warga Kalbar lainnya tak dapat hanya berpangku tangan mengharapkan perjuangan pak Midji--panggilan akrab Sutarmidji-- seorang untuk mencarikan sponsor.

Inyong Lolombulan, pelatih yang sukses membawa 
Persipon Pontianak promosi ke Divisi Utama. (google.co.id)
Oh Dana, Darimana Datangmu?
"Untuk mengarungi musim perdana di Divisi Utama, berkisar Rp 4 miliar - Rp 5 miliar per musim kompetisi. Angka itu sudah merangkum operasional pemain, seperti gaji, transportasi, kontrak pemain lokal maupun asing, dan segala kebutuhan lainnya," demikianlah petikan pernyataan pak Paryadi selaku Ketua Umum Persipon yang saya kutip dari Tribun, Rabu (12/12/2012).

Rp. 4 - 5 miliar bukanlah dana yang sedikit, Persipon harus memiliki bekingan finansial yang cukup kuat untuk itu, salah satu caranya dengan menarik sponsor ke tubuh Persipon. Ide sponsor ini sebenarnya bukan hal baru, lagi pula ada banyak perusahaan yang ada di Kalimantan Barat ini, mulai dari perusahaan kelapa sawit, perusahaan karet, bank-bank, dan lain sebagainya. Masa' satupun tak ada yang berniat membantu?

Saya berpikir positif saja, mungkin mereka belum peka akan hal itu. Mungkin mereka tak tahu bahwa bekerja sama dengan klub sepakbola itu dapat saling menguntungkan, seperti klub-klub di Eropa sana.

Jadi begini, sedikit saya jelaskan bagi yang belum paham. Keuntungan dapat diraih oleh keduabelah pihak. Misalnya, sponsor memberikan dana untuk Persipon dalam jangka waktu tertentu sesuai perjanjian, dan Persipon mempersilahkan nama atau merek produk si penyokong dana itu tertera di jersey Persipon sesuai perjanjian. Selain itu papan iklan di stadionpun bisa dijadikan media pengiklanan yang ampuh menarik konsumen. Keuntungannya kurang lebih seperti beriklan di media elektronik atau media cetak.

Koin?
Penggalangan dana dengan koin sudah menjadi hal yang lumrah di Indonesia jika suatu badan ataupun kelompok sedang membutuhkan bantuan finansial. Cara ini dinilai cukup ampuh karena selain melibatkan masyarakat, hal ini juga dapat "menyentil" orang-orang berpengaruh untuk turun tangan. Tapi, haruskah ini dilakukan untuk Persipon?

Mengingat masih banyaknnya perusahaan yang "menggarap" lahan Pontianak dan Kalbar pada umumnya, jadi sedikit aneh menurut saya jika kita masih menggunakan hal semacam ini. Lain cerita kalau di Pontianak atau di Kalbar sudah tak ada lagi perusahaan yang memanfaatkan "nikmatnya" Kalbar. Atau.. Mereka lupa bahwa mereka berniaga di tanah Kalbar, tapi tak berkontibusi apapun untuk Kalbar? Wallahu 'alam.
Bank Kalbar. (wikipedia)

Kalaupun, KALAUPUN tak ada lagi yang berniat membantu Persipon Pontianak, saya rasa jalan terakhir adalah menggandeng Bank Kalbar selaku BPD di Kalbar untuk menjadi sponsor utama Persipon. Saya kira ini jalan terakhir, kalaupun jalan ini sulit dicapai mungkin kita bisa mulai dengan koin?

===================================================================

Bangga
Sebagai orang Pontianak saya tentu bangga atas apa yang telah dicapai Persipon walaupun ada sedikit kekhawatiran atas yang akan terjadi, penantian enam musim sejak 2007 untuk berlaga di Divisi Utama terancam batal hanya karena masalah finansial, yang apes-nya lagi terjadi disaat pembangunan sedang berkembang di Kalbar.

Dengan masuknya Persipon Pontianak ke Divisi Utama, terlepas itu dibawah naungan PT. LPIS atau PT. Liga, merupakan suatu kebanggan bagi masyarakat Kalbar. Terlebih hal itu diraih dengan mayoritas bermaterikan pemain asli Kalbar itu sendiri. Jadi saya rasa Persipon butuh sedikit bantuan disini, karena bukan hanya membawa nama Pontianak, tetapi membawa nama Kalimantan Barat.

Maka dari itulah tulisan ini saya buat, mungkin sedikit banyak dapat membantu. Karena melalui hobi menulis inilah media saya dalam mendukung Persipon (selain menonton pertandingan di stadion).

Terimakasih.

Follow twitter: @canpratama

KEEP IN TOUCH

Followers

Tahukah kamu blog ini ada karena peran AdSense atau iklan?

Tolong matikan Adblock kamu khusus di blog ini jika kamu menghargai tulisan Saya.

Terima kasih! ^^

×